Dia

Dia 

Menemukanku terjebak puing-puing reruntuhan yang kusebut “diriku sendiri”

Mendengar pahitku melolong sendirian, memapah harapan yang patah

Memeluk palung tergelapku, menerbitkan fajar ganti nestapa


Membiarkan paku menembus tanganNya, dan berbisik “kini lukamu sembuh”


Menerima cambuk membabat habis pertahanan terakhirNya, lalu tersenyum ke arahku "kamu anak kesayanganku"


Di altarMu, kutemukan namaku abadi dalam sebuah buku 

Berkali-kali aku hilang, salibMu selalu menggendongku pulang

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Raseksa dari Alengka 2

Rumah?

Surat Terbuka Untuk Lautan