Dari Hosea, untuk Takdirnya
Sorot mata itu menembus rindangnya jenggala manusia, membakar dadaku, memaksaku rebah, menyerah. Aku jatuh, tidak terluka Hanya sedikit gila Aksara kurangkai mesra, membentuk jembatan senandika, menghardik kasmaran, yang tak lagi paham logika. Benar adanya bahwa aku mengasihi, serta menerimamu dengan setiaku. Percayalah, tiada putih yang tak bertitik dibawah cakrawala agung tempat kita bernaung. Lewat keyakinanku pada kasih tanpa batas, kunantikan secercah cahaya berkelip dalam pekatnya malammu. Maka, tiap desir yang dilangitkan kala aku tertunduk, ada seutas asa untuk kita rajut bersama. Janji tentang terbitnya fajar seusai gelap, memampukan aku membangun renjana yang boleh kau sebut: "selamanya"